Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Sampaikanlah, Burung

Sampaikanlah, Burung oleh: Sofi Lisdayanti Bagai sepasang burung yang terbang mengangkasa Mengawang bebas mengipas sayap Dianggungnya silih bertukar Bersanding di udara Bersapa dengan mega Entah kemana melayang terbang Mengedar di garis edar Sampailah hinggap bertengger di mayang pinang Menyampaikan sebuah pesan Suaranya bersaut-sautan arti apa yang kou kandung Tak banyak yang membenakan Sebagian lagi tak mengerti Ku hampiri lalu kou pergi Apa yang hendak kou sampaikan Apa yang telah kou rahasiakan Kemarilah kembali ceritakan Sampaikanlah, burung aku penasaran

Kemanakah?

Kemanakah? oleh: Sofi Lisdayanti Bosan bermukim dalam gelap Mngembaralah katamu Bukan ke punck gunung yang tinggi Bukan ke tepi lautan biru yang permai. Tapi ke danau yang dangkal Juga ke jalan yang terjal. Namun tak ku tmukn yang kucari. Kerimba mana aku berlari, Mencari jejak diri. Kebukit mna aku berjalan Mencari perlindungan. Kemanakah aku harus mengembara? Entah kmna aku tak tahu, Lari ke gunung memuncak sunyi. Lari ke laut menepi sepi.

Pak Min Mati di Lumbung Padi

Pak Min Mati di Lumbung Padi Oleh: Sofi Lisdayanti Disebuah jalan terlihat sebuah bangunan yang memanjang dan berdiri kokoh yang cukup menarik perhatianku, bangunan tersebut berada di tempat kelahiranku. Bangunan itu adalah sebuah bendungan yang masyarakat disini menyebutnya dengan nama bendungan Parisdo atau Walahar, nama itu diambil sesuai dengan nama desa dimana bendungan ini berada, arsitekturnya mengingatkan ku pada bentuk bangunan sisa penjajahan Belanda lainnya yang masih bisa kita temui di berbagai pelosok tanah air. Seperti dugaanku sebelumnya, masyarakat di sekitar bendungan ini menyebutkan bahwa bendungan walahar dibangun pada masa penjajahan Belanda. Bangunan bendungan yang membendung sungai lebarnya sekitar 50 m . Pada dinding di atas jalan masuk terdapat tulisan “Bendung Walahar Kali Tjitarum Mulai Dipakai 30 Nopember 1925 untuk mengairi sawah luas 87.506 ha”. Bangunan dam terdiri tiga susun. Bagian dasar merupakan bagian dam, di atas dam terdapat jembatan

Media Pelajaran Kreatifitas Snakes and Lasdders

Gambar
Media Pelajaran Kreatifitas Snakes and Lasdders

Kritik Sastra novel hujan

Gambar
Karya: Tere Liye Kisah Tere Liye Bersama Hujan (Kritik Sastra dalam Novel Hujan Karya Tere Liye) Disusun Oleh: Sofi Lisdayanti (1441172107071) Tere Liye adalah nama pena dari Darwis, beliau berasal dari pedalaman sumatera yang berprofesi sebagai Akuntan. Menulis baginya hanya sekedar hobi, pengisi waktu luang. Tere Liye merupakan nama pena seorang penulis berbahasa Indonesia. Tere Liye telah menghasilkan belasan novel, Ia bisa di anggap salah satu penulis yang telah banyak menelurkan karya-karya best seller. Saat ini ia telah menghasilkan banyak karya, bahkan beberapa di antaranya telah di angkat ke layar lebar. Darwis lahir pada tanggal 21 Mei 1979 di pedalaman Sumatera Selatan. Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara yang berasal dari keluarga petani Namun walaupun berasal dari pedalaman, sastra adalah sastra dimanapun ia berada. Berbeda dari penulis-penulis yang lain, Tere Liye memang sepertinya tidak ingin di publikasikan ke umum terkait kehidupan pribadinya. Hal i

Media Pembelajaran Kreatif

Gambar
Tahapan penggunaan media Doraeman. 1. Guru menempelkan kantong doraemon di papan tulis Sebelumnya siswa harus sudah membaca dan memahami isi dari keempat fabel. 2. Guru membentuk kelompok satu kelas di bagi menkadi 4 kelompok. 3. Siswa di perintahkan untuk membentuk sebuah lingkaran Siswa menwntukan perwakilan untuk dijadikan ketua kelompok 4. Perwakilan dari masing" kelompok maju ke depan kelas. 5. Keempat perwakilan kelompok memilih ice cream yang terdapat di kantong ajaib 6. Setelah masing" perwakilan memegang ice cream, guru memeribtahkan siswa untuk melihat nomor di balik ice cream tersebut. 7. Setelah itu guru merintahkan siswa untuk mengambil amplop yang ada di kantong ajaib sesuai dengan nomor yang yang siswa dapat di ice cream. 8. Guru memerintahkan siswa untuk kembali ke kelompoknya masing-masing dengan membawa amplop. 9. Guru memberitahu bahwa kelompok yang sudah selesai mengerjakan segera maju ke depankelas dan akan mendapatkan point. Kelompk 1 yang

Penantian

Penantian Oleh: Sofi Lisdayanti Mati kou terbunuh sepi Menunggu sekar tak kembali Tunas tumbuh merambah hati Rimbun mengurung jiwa penanti Mati tersungkur ia di tangan Jari kecil anak bangsawan Dimanakah ia yang kucari Dimanakah ia yang kunanti Silahkan, Tutupi saja mataku dengan bata hingga buta Silahkan, Penuhi saja telingaku dengan api Hingga tuli Silahkan, Sumpal saja mulutku dengan batu Hingga bisu Namun hatiku tak bisa kou perlakukan semaumu Jika ia telah kembali Katakan aku telah lama mencari Jika ia tak mau menemui Katakan jumpai aku di perut bumi

Takdir Hidup

Oleh: Sofi Lisdayanti Menggigir dengan berbantal lengan Tersiksa dalam panasnya aspal jalanan Bergelut memerangi kelaparan Ketika nafas terengah-engah spanjang jalan Pagi aku berlari Siang aku berjuang Malam aku bersabda kepada alam Sengsara badan hidup pun malang Aku mengutuk kantuk Dalam malam aku terketuk Melawan mata badan meringkuk Mengucap doa seraya tertunduk

Bagai

Kou adalah bagai Bagai penyair yang menyihir dalam syair Bagai pujangga yang merangkai kata dengan jiwa Bagai penggerak yang mengarak dengan sajak Aku adalah bagai Bagai penyelam yang menyelamatkan matahari tenggelam Bagai pelari yang mencari ujung pelangi Bagai pelaut yang bergelut dengan kabut Kou adalah bagai Bagai adalah aku Lantas siapa itu.bagai? Bagai hanyalah sekedar bagai

Luka duka

Oleh: Sofi Lisdayanti Luka itu adalah aku Aku luka karena duka Duka itu adalah aku Aku duka karena luka Berteteskan air mata Bunyinya sedih beriba iba Diratapinya rasa derita Bagai tersandung akar luka Aku luka engkau luka Aku duka engkau duka Luka hatiku luka Duka hatiku duka Luka dan duka menjadi air mata

Bagkit Generasiku

Oleh: Sofi Lisdayanti Ketika kilat menggurat Ketika silau memantau Mereka bukan mendengkur Mereka rela mengirimkan sukma Hanya untuk satu kata, Tidak! Entah harus bersorak lalu berduka Atau harus berduka lalu bersorak Ketika kemerdekaan tergenggam Namun jutaan raga melayang Silahkan Nikmati saja kemerdekaan ini Kemerdekaan yang kami persembahkan ini Sekarang, Diamnya adalah acuh Diamnya adalah takut Diamnya adalah pengecut Diam yang benar-benar diam Geraknya ketika dendam Geraknya ketika bosan Dulu, diamnya adalah damai Diamnya adalah doa Diam yang bukan berarti diam Tapindiam yang tak terdiam Diam kou para pendiam Kenapa tak kpu manfaatkan saja Jiwa yang sudah berakar Untuk lebih mengakar

Seakan kou Tuhan

Oleh: Sofi Lisdayanti Aku ingin jadi bunga Kou pilihkanku akar Aku ingin mencapai awan Kou pilihkanku tanah Aku.ingin menjadi burung Kou pilihkanku semut Pilihan macam apa itu? Setiap kata yang terucap Seakan sabda Setiap sabda yang terlontar Seakan siksa Aku tau kou dewa Sedangkan aku prajurit Aku tau kou raja maha raya Sedangkan aku orang biasa Kou.pikir kou selalu benar Kou pikir kou tak pernah salah Satu sisi mrendahkan satu sisi mengagumi Membentak dengan segala hentak Menuduh dengan segala tuduh Seakan kou tuhan Yang menjatuhkan pilihan

Untuk Pujaan

Oleh: Sofi Lisdayanti Pujaanku Kou bagai payung tempat berteduh Dikala panas tempat berlindung Dikala hujan tempat bernaung Kou pelangiku Bersandarlah di bahuku Aku yang selalu.mengagumi keindahanmu Walau bermil jaraknya Walau bertahun lamanya Tak peduli walau terendam karam di tengah lautan Tak peduli terbang melayang nyawa di badan Selama lautan di arus deras bisa kuarungi Selama daratan di gulung angin bisa kulewati Bisikan syair yang mengalun berirama Melagukan lagu di alun rindu Akan kurangkaikan kata untukmu Sebab dikau pujaanku

Aku Bertanya

Oleh: Sofi Lisdayanti Bising suara kata memarah Tak henti sebelum lelah Merasuki hati yang tabah Menangis meringis rebah Budak termenung menekuk lutut Menempel tangan Pada mukanya Gemetar hatinya kalut Tak seorang yang menyapanya Dimana tangan terbuka Dimana bahu tersisa Dimana suara pembela Dimana hati yang mulia

Kecewa

Oleh: Sofi Lisdayanti Tubuh di hampiri oleh prajurit" air hujan. Tabuh mengiringi setiap langkah kenangan Rubuh rasa sesak tak beralasan Rusak segala angan yg di agungkan Kini hanya tinggal balok balok besi yg sengaja kou biarkan berkarat Karat itu meninggalkan noda Noda hitam pada jiwa Sekian lama Sekian lapuk Semenjak aku berpeluk Seketika aku terpuruk Ah, aku benci Sudah ku titipkan hati ini Kou mencari lagi Tak tau diri

Angin

Oleh: Sofi Lisdayanti Aku adalah sehelai daun kering Bergelantung di dahan pohon yg kukuh Bimbang dalam dua pilihan Haruskah aku mnjatuhkan diri Atau mnunggu angin mnghempasku kedasar tanah Hari silih berganti Waktu terus berlalu Angin merasa iba Aku merasa enggan Entah angin takut dibenci Entah diri takut di caci Atau angin menunggu pengganti Seperti diri yang tak kuasa berlari Lantas siapa yg harus dibenci? Diri atau angin yg tak kunjung kemari.

Angan-angan

Oleh: Sofi Lisdayanti Tertampar matahari Terlempar angin Dicambuk oleh kata Ditendang oleh prasangka Dibunuh dengan senjata Diciduk dengan paksa Kakek bungkuk yang kala itu meringkuk Merenung memandang busuk Guratan wajah yang tak berubah Sebelum atau sesudah Kakek hidup seorang diri Sanak saudara tak dimiliki Mereka tak ingat pada kami Tegap berdiri di puncak tinggi Bayu merindu purnama Mega mendamba sang warna Ia harap ada setarik nafas untuk mengata Kami ikhlas bertaruh nyawa